
Yang kedua, adalah ritual korban. Secara sadar kita melakukannya, namun tidak sadar kita akan menerima dampaknya disuatu saat. Itulah ritual Korban, ritual kehidupan masyarakat yang lahir atas tuntutan dan beban kehidupan itu pula. Kalau ritual yang satu ini, jelas konsekuensinya negativ, dan imbasnya dirasakan luas oleh lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
Ritual Kurban dan Korban adalah sebuah perbandingan yang nyata antara yang benar dan yang salah. Jika keduanya dipahami, maka salah satunya akan difahami sebagai sebuah solusi atas permasalahan yang ditimbulkan satu masalah yang lain. Jika yang satu dipilih sebagai solusi, maka yang satu lagi praktis tersisih, walau ditempuh dalam waktu dan usaha yang amat berat.
Perumpamaan relevan untuk menyandingkan kedua ritual itu, tepat terjadi saat ini, tepat pula di propinsi ini, propinsi Riau. Beberapa hari lalu, 10 Hijriah 1427, seluruh umat islam di dunia, khususnya di Riau, merayakan hari raya kurban secara bersamaan. Hewan kurban, seperti Kerbau, sapi, dan Kambing dipotong dan dibagi-bagikan kepada yang berhak.
Masih dalam suasana itu pula, beberapa masyarakat yang lain masih menjalani sisa-sisa ritual “Korban”. Secara rinci, ritual ini setidaknya meminta korban nyawa, harta benda, dan harapan untuk hidup lebih baik di masa depan. Dari catatan yang dilansir beberapa media massa menyebutkan, telah mencapai ribuan masyarakat terpaksa menjadi korban atas ritual yang dijalani oleh mereka sendiri, atau juga atas ritual yang dilakukan oleh kelompok yang lain. Jumlah itu, saat ini tersebar di Tujuh Kabupaten yang ada di Riau, dan yang terparah akibatnya terjadi di Kabupaten Kampar.
Ritual korban ini sebenarnya bermacam-macam bentuknya, kalau yang disebut diatas tadi adalah akibat dari upacara kehidupan yang telah berlangsung lama. Pembukaannya, ketika kekuasaaan dianggap hanya sebagai alat untuk mencapai kekayaan semata. Tidak terjabarkan peran penguasa yang semestinya mampu mempergunakan kekuasaannya untuk kesejahteraan rakyatnya. Masyarakat tidak terperhatikan bahkan terabaikan, ketika para penguasa melihat banyak celah di kursi kuasa.
Ritual ini kemudian berlanjud dengan prosesi tampilnya sang pemimpin upacara, untuk mengendalikan jalannya upacara tersebut. Dalam segala sisi, ia berhak menentukan kebijakan-kebijakan dan arah pembangunan dilakukan, walaupun proses pengambilan keputusan bersama juga dilakukan, sebagai syarat tertulis yang harus ditempuh.
Ritual Kurban seperti diayatkan dalam Kitab Suci Alqur’an, pertama kali dilakukan oleh Nabi Ibrahim As. Dilandasi iman dan keyakinannya yang teguh terhadap agama dan perintah Allah, ia dengan ikhlas menyerahkan kembali apa yang telah dititipkan Allah kepadanya, yaitu seorang anak yang ia miliki satu-satunya.
Begitu juga dengan ritual korban, seperti diumpamakan dari kisah Raja Fir’aun. Apa yang telah dimilikinya, berupa harta, kuasa, didapatnya dengan mengkorbankan hak-hak yang lain. Bahkan, akibat itu pula membuatnya jauh dari ajaran kebenaran, yang saat itu sedang disyiarkan oleh para Nabi Allah. Dan kita tahu, bahwa akhirnya Fir’aun harus menerima azab yang setara atas apa yang diperbuatnya...
*****
0 comments:
Post a Comment