Friday, March 16, 2007

Aku dan Sebongkah Mesin Itu


Aku nggak nyangka bisa juga "bermain" didunia tulis menulis. Padahal, diranah itu, sama sekali tak pernah aku tekuni, mulai dari kecil hingga semester 4 aku kuliah. Masuk semester 5, mulailah yang namanya hunting, 5W1H, feature, angle, dan istilah asing (bagiku saat itu) lainnya dunia tulis menulis sedikit demi sedikit masuk dalam memori otakku. Ya, saat itu, aku memutuskan diri untuk bergabung dalam sebuah Pers kampus yang ada di Universitas Riau (Unri), bernama "Bahana Mahasiswa". Sejak awal aku disana, sepertinya aku mulai menemukan "sebongkah mesin lama" yang ada dalam diriku, yang selama ini mungkin telah ada, namun tak pernah kuoperasikan. Lama kelamaan, seiring Bahana membesarkanku (terakhir aku menjabat Redaktur pelaksana), barulah kutahu bahwa mesin itu sangat membawa arti bagi hidupku. Setidaknya, saat ini dikamar tidurku, sudah terpajang 4 (Empat) buah piala, yang kudapatkan dari sejumlah lomba karya tulis yang ku ikuti. Juara 1, 2, dan 3 semua pernah kudapati. Yang paling berkesan dari sejumlah piala tersebut, adalah piala tetap dari gubernur Riau HM Rusli Zainal, yang berhasil kuraih saat menjadi juara I lomba karya tulis antar insan pers dan wartawan se-Riau. Alhamdulillah, dari sana aku juga mendapat sejumlah rupiah yang mampu menutupi kebutuhanku selama hidup dirantau. Saat ini, aku masih ingin bertunak diranah itu --dunia tulis menulis-- walaupun hanya sebagai penulis halaman publikasi televisi di sebuah koran harian yang katanya terbesar se-Sumatera (Riau Pos). Aku juga tetap istiqamah untuk terus mengoperasikan sebongkah mesin itu, dan membuatnya tetap hidup dan menghidupi aku......
Share:

Thursday, March 8, 2007

Garuda Juga Manusia......

"Baru sehari setelah terjadinya gempa Batusangkar, musibah berulang kembali terjadi di Indonesia. Tepatnya pagi hari (7/3/2007) sekitar pukul 7.45 Waktu Indonesia Tengah, pesawat Garuda Indonesia Boeing 737 dengan nomor penerbangan GA 400, mengalami hard landing saat mendarat di bandara Adi Sucipto, Yogyakarta. " Pesawat yang membawa 144 penumpang, belum termasuk awak pesawat itu, akhirnya terbakar dan menewakan 21 orang diantaranya"
Begitu salah satu pemberitaan yang kusimak didepan layar kaca, tentang peristiwa naas tersebut. Peristiwa ini, ternyata membuktikan kebenaran bahwa dunia penerbangan komersil Indonesia belum layak benar ditinjau dari segi standarisasi pesawat....
Share:

Tes Mental 3,3 - 5,8

Dari sejumlah pengalaman perantauan saya di beberapa provinsi di Sumatera (Jambi, Bengkulu, Palembang, Lampung, dan terakhir di Pekanbaru), saat gempa yang terjadi bersamaan dengan gempa Batusangkar (6 maret 2007) lah yang begitu besar kurasakan goncangannya. Saat itu, Pekanbaru, dideteksi hanya berkekuatan 3,3 skala richter. Namun, guncangannya saat itu menghamburkan orang-orang sekantorku pada keluar ruangan. Saat yang sama, (seperti yang kudapati di pemberitaan detiknews.com) polisi pamong Praja yang sedang mengawal jalannya demonstrasi mahasiswa di Kantor Gubernur, lari tunggang langgang akibat gempa kecil itu.
Tak habis fikir, itu baru 3,3. Entah reaksi spontan seperti apa yang dilakukan masyarakat Pekanbaru (Kota yang telah kudiami selama 7 tahun dan tak pernah terjadi gempa sekalipun) kalo merasakan apa yang dirasakan saudara-saudari kita yang ada di Batusangkar dan Solok. Disana, tercatat hampir seratusan nyawa tak terselamatkan. Jalan-jalan aspal terpecah. Rumah, tiang listrik, apalagi gubuk, tak berdaya menahan berdiri saat 5,8 skala richter kekuatan gempa terjadi.
Lantas, terbersit begitu saja kalo suatu saat Pekanbaru mengalami hal yang sama. Sementara , kota ini sedang latah-latahnya membangun "gedung-gedung pencakar langit " idenya Gubernur yang menjabat saat ini, HM Rusli Zainal. Dilain hal, masyarakatnya yang belum terbiasa merasakan musibah gempa, contohnya saja polisi-polisi tadi, kepanikan yang akan terjadi tentu sangat fatal. Tak terbayangkan bagaimana spontanitas ibu-ibu menggendong anaknya ketika musibah itu menghampiri Kota yang dikenal dengan julukan "Kota Bertuah" ini.
Menghindari akibat yang lebih parah, sepertinya perlu juga sesekali diadakan latihan menghadapi datangnya musibah gempa bagi mayarakat Pekanbaru. Hitung-hitung, sebagai "tes mental" buatan sendiri. Agar nanti, saat tes mental itu dicobakan oleh Allah Swt kepada masyarakat Pekanbaru, tak berdampak buruk dan fatal.
Memang, akhirnya kita juga harus berserah dan terpaku atas pertanyaan "siapa yang bisa melawan kehendak Tuhan".....
Share:

Thursday, March 1, 2007

Bagaimana Anda memaknai pekerjaan Anda?

"Jika seseorang diberi tanggung jawab untuk menjadi penyapu jalan, ia harus melakukan tugasnya seperti apa yang dilakukan oleh pelukis Michelangelo, atau seperti Beethoven mengkomposisikan musiknya, atau seperti Shakespeare menulis sajaknya.

Ia harus menyapu jalan sedemikian baiknya, sehingga semua penghuni surga dan bumi berhenti sejenak dan berkata, di sini hidup seorang penyapu jalan jempolan yang melakukan tugasnya dengan baik".

- Martin Luther King -
Share:

Selamat mengulang tahun, ibu

Selamat mengulang tahun, ibu.

Semoga ibunda tetap menjadi
pagi dimana embun dan matahari
iringi semangat pembuka hari;
bagi hidup kami.

Semoga ibunda tetap menjadi
guru; seperti gurat sungai
yang makin jelas itu,
sungai di sudut mata ibu...
yang selalu ajari ananda
tentang sabar, kasih dan syukur.

Sayang dan cinta dari ananda
yang masih terus mencoba
membuat senyum di wajah ibu.
Share:

Ritual Kurban dan Korban




Ada dua ritual yang senantiasa dilakukan masyarakat sekarang, yaitu ritual Kurban dan Korban. Yang disebut pertama, sudah pasti dibebani bagi umat islam, ketika diperingati Hari Besar Idul Adha. Ritual ini tentu bernilai positif, dimaksudkan untuk mendekatkan diri antara sesama, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bentuk langsung ritual ini, adalah mengkurbankan hewan ternak, yang ditujukan bagi pemegang hak penerimanya, seperti kaum dhuafa, anak yatim piatu, dan orang tak berpunya lainnya.

Yang kedua, adalah ritual korban. Secara sadar kita melakukannya, namun tidak sadar kita akan menerima dampaknya disuatu saat. Itulah ritual Korban, ritual kehidupan masyarakat yang lahir atas tuntutan dan beban kehidupan itu pula. Kalau ritual yang satu ini, jelas konsekuensinya negativ, dan imbasnya dirasakan luas oleh lingkungan dan masyarakat sekitarnya.

Ritual Kurban dan Korban adalah sebuah perbandingan yang nyata antara yang benar dan yang salah. Jika keduanya dipahami, maka salah satunya akan difahami sebagai sebuah solusi atas permasalahan yang ditimbulkan satu masalah yang lain. Jika yang satu dipilih sebagai solusi, maka yang satu lagi praktis tersisih, walau ditempuh dalam waktu dan usaha yang amat berat.

Perumpamaan relevan untuk menyandingkan kedua ritual itu, tepat terjadi saat ini, tepat pula di propinsi ini, propinsi Riau. Beberapa hari lalu, 10 Hijriah 1427, seluruh umat islam di dunia, khususnya di Riau, merayakan hari raya kurban secara bersamaan. Hewan kurban, seperti Kerbau, sapi, dan Kambing dipotong dan dibagi-bagikan kepada yang berhak.

Masih dalam suasana itu pula, beberapa masyarakat yang lain masih menjalani sisa-sisa ritual “Korban”. Secara rinci, ritual ini setidaknya meminta korban nyawa, harta benda, dan harapan untuk hidup lebih baik di masa depan. Dari catatan yang dilansir beberapa media massa menyebutkan, telah mencapai ribuan masyarakat terpaksa menjadi korban atas ritual yang dijalani oleh mereka sendiri, atau juga atas ritual yang dilakukan oleh kelompok yang lain. Jumlah itu, saat ini tersebar di Tujuh Kabupaten yang ada di Riau, dan yang terparah akibatnya terjadi di Kabupaten Kampar.

Ritual korban ini sebenarnya bermacam-macam bentuknya, kalau yang disebut diatas tadi adalah akibat dari upacara kehidupan yang telah berlangsung lama. Pembukaannya, ketika kekuasaaan dianggap hanya sebagai alat untuk mencapai kekayaan semata. Tidak terjabarkan peran penguasa yang semestinya mampu mempergunakan kekuasaannya untuk kesejahteraan rakyatnya. Masyarakat tidak terperhatikan bahkan terabaikan, ketika para penguasa melihat banyak celah di kursi kuasa.

Ritual ini kemudian berlanjud dengan prosesi tampilnya sang pemimpin upacara, untuk mengendalikan jalannya upacara tersebut. Dalam segala sisi, ia berhak menentukan kebijakan-kebijakan dan arah pembangunan dilakukan, walaupun proses pengambilan keputusan bersama juga dilakukan, sebagai syarat tertulis yang harus ditempuh.

Ritual Kurban seperti diayatkan dalam Kitab Suci Alqur’an, pertama kali dilakukan oleh Nabi Ibrahim As. Dilandasi iman dan keyakinannya yang teguh terhadap agama dan perintah Allah, ia dengan ikhlas menyerahkan kembali apa yang telah dititipkan Allah kepadanya, yaitu seorang anak yang ia miliki satu-satunya.

Begitu juga dengan ritual korban, seperti diumpamakan dari kisah Raja Fir’aun. Apa yang telah dimilikinya, berupa harta, kuasa, didapatnya dengan mengkorbankan hak-hak yang lain. Bahkan, akibat itu pula membuatnya jauh dari ajaran kebenaran, yang saat itu sedang disyiarkan oleh para Nabi Allah. Dan kita tahu, bahwa akhirnya Fir’aun harus menerima azab yang setara atas apa yang diperbuatnya...

*****



Share:

my poem


Dua Ritme

Dua ritme labuh lalu

Menyinggahi sambil meludahi

Menertawai sambil menangisi

Dua ritme labuh lalu

Berebut suka tapi malu

Berbagi tempat satu tubuh

Dua ritme labuh lalu

Tantang aku!

Sujud

Budak Dia yang Mulia

Menghamba tengadah pasrah

Sujud suhada sambil bercinta

Telungkup serah jiwa raga

Budak dia segala Maha

Basah sajadah di air mata

Khusyuk dengan doa-doa

Menasbih pujian Subhanallah

Budak Dia yang Berkuasa

Berdiam mesra lama-lama

Menunggu Raja menyuntingnya

Mengundang seru Innalillah

Kenali Aku

Kenali aku !

Pesuruh hina para budak

Pesuruh mulia orang-orang hilang

Pesuruh tempat tak bertanah

Kenali aku !

Pesuruh surga dunia cela

Rakyatku

Aku kagum dengan rakyatku

Seribu bahasa mengunci mulutnya

Yang tak senang dengan aku

Pencuri anak keturunannya

Sudah cukup bagimu rakyatku

Jatah-jatah yang kau perebutkan itu

Jangan usik kami-kami

Yang menginjak dulu bumi ini.

Budakmu yang Belum Mati

Hamba berlutut menghadap engkau

Dipapa prajurit disinggasana tanah

Bermahkota embun yang kau putik diujung daun

Bertangan lembut yang kau lapisi dengan batu

Hamba kesini dengan angkuh

Yang terbelenggu sejak kau asuh aku

Bukan niat hamba mengiba

Tak pula datang mengemis tahta

Hamba kesini memanggul peluh

Dari titipan moyangmu, yang bukan moyangku

Yang tak sampai kegaris tanganmu

Terbengkalai tinggal untukmu

Dengarkan aku bersyair

Gubahan air mata dan mata air

Dibuka dari tangisan yang baru lahir

Diberi penutup dari yang mahir

Dengarlah Tuanku :

“ Susukanlah anak-anak kami

Dari Ibu-Ibu suci

Bukan dari Ibu yang kau gauli

Bukan dari sapi yang kau kebiri”

“Teduhilah kami

Dari kayu jati ladang kami

Yang kering dan kini mati

Oleh cintamu setengah hati”

Ketahuilah Tuanku!

Hanya aku budakmu yang belum mati.

Share: