Wednesday, January 15, 2020

MELIHAT POTRET INDUSTRI GALANGAN KAPAL DI BAGAN SIAPI-API ; “DULU TERNAMA, KINI MERANA”


Sebagai negeri yang sempat termashur namanya sebagai kota penghasil ikan terbesar kedua didunia/ bagan siapi-api hingga sekarang tetaplah memiliki ciri khas sebagai kota ikan// beragam hasil laut dari kota ini seperti ikan asin/ terasi bagan/ hingga ikan segar yang ada di berbagai daerah di riau maupun provinsi tetangga seperti sumbar dan sumatera utara / kebanyakan didatangkan dari kota bagan//

Ciri khas lain yakni akan kita dapati saat menyusuri ke perkampungan nelayan atau di daerah aliran anak sungai rokan// usaha galangan kapal atau pembuatan kapal, menjadi pemandangan yang khas diwilayah tersebut// memang/ keberadaan dan jumlahnya sudah tak sebanyak dulu// namun tetap saja keberadaan usaha ini memberikan suasana tersendiri bagi kita saat mengunjungi bagan siapi-api//

Industri galangan kapal di bagan siapi-api dulunya merupakan terbesar di indonesia sebelum kemerdekaan// kualitasnya yang nomor wahid karena mampu menembus berbagai jenis karakteristik lautan membuat ia diminati oleh para nelayan atau pelaut di serata benua. Tak hanya oleh sejumlah negara di rantau asia seperti srilanka, india dan thailand/ bahkan pamornya sampai ke negeri paman sam amerika//
 
Perahu produk bagansiapiapi memenuhi permintaan dari yang terkecil sekitar tiga-empat ton sampai 300 ton// galangan kapal menjamur di era tahun 1940-an hingga pertengahan tahun 1980-an// di masa jayanya/ nama kota bagansiapi-api lebih terkenal daripada pekanbaru maupun provinsi riau//

Tapi kini usaha tersebut jumlahnya sudah tak banyak lagi/ karena keterbatasan bahan baku kayu dan sederetan undang-undang tentang kehutanan// namun demikian/ masih ada beberapa  pengusaha yang tetap bertahan menjalani usaha ini/ meski harus tertatih-tatih//
Gih wan/ adalah salah satunya// lelaki keturunan tionghoa berusia 61 tahun ini/ telah lebih dari 30 tahun memeras keringat pada usaha galangan kapal// sehari-hari ia gampang dijumpai di tempat usaha galangan kapal miliknya, yang berada di kawasan jalan nelayan/ kelurahan bagan barat/ tepat di depan bangunan pelabuhan rokan hilir//

Beginilah kondisi dan suasana sepanjang hari di lokasi galangan kapal ini// bebunyian terdengar ramai bersahutan// ada bunyi mesin ketam listrik/ bunyi chainsaw/ bunyi kapak yang membelah kayu/ bunyi gergaji hingga bunyi gesekan katrol rantai yang digunakan untuk mengungkit kayu//

Di lahan seluas lebih kurang satu hektar ini/ alur kehidupan dijalani tidak hanya oleh gih wan/ namun juga oleh belasan  tenaga kerja yang terlihat bekerja sesuai bidangnya. Ada yang khusus membuat baut, ada pula yang khusus membuat dinding kapal bagian bawah, serta ada pula yang sedang sibuk menyiapkan rumah kapal dan ada pula yang sibuk bekerja mengambil kayu dan papan yang selanjutnya dibentuk dan diukur sesuai bentuk kapal yang dibuat.
 
Ada empat buah kapal yang tampak sedang dikerjakan di galangan kapal milik gih wan// salah satu diantaranya kapal besar berbobot 300 ton yang sedang dalam tahap finishing// kapal-kapal ini/ semuanya di arsiteki bapak satu anak ini //
Usaha pembuatan kapal/ secara kasat mata tampak rumit dan memerlukan penguasaan teori dan pengalaman// namun tidak bagi gihwan/ ia mengaku bahwa dirinya cuma mengenyam pendidikan hingga kelas empat sd// kemampuannya dalam mengarsiteki sebuah kapal/ adalah buah dari pengalamannya menekuni dunia ini selama berpuluh-puluh tahun// ilmu tersebut diakuinya bukanlah ilmu warisan atau keturunan/ melainkan hasil dari ketekunan dan konsistensinya menggeluti profesi ini// 

(sync gih wan, tentang lama kerja dan kemampuannya dari belajar, bukan keturunan
Usaha galangan kapal di rokan hilir/ menurutnya sudah ada sejak tahun 1939, jauh sebelum masa kemerdekaan// ketika zaman penjajahan belanda/ usaha ini sudah tumbuh walaupun kapasitas produksinya masih sebatas kapal-kapal kecil dan tidak memakai mesin//
Dari dulu hingga sekarang/ kapal buatan bagan terkenal sebagai kapal yang paling bagus dibandingkan daerah lain// hanya saja/ saat ini tidak semudah seperti dulu/ apalagi dalam mencari bahan baku kayu// jika kayu-kayu dulu bisa tahan hingga 40 tahun/ maka kayu sekarang hanya bertahan 15 tahun//
(sync gih wan, keunggulan kapal buatan bagan, dan beda kayu dulu dengan sekarang)
Sejak pertama menjadi pekerja hingga sekarang memiliki galangan kapal/ sudah ratusan kapal yang dibuat pria 61 tahun ini// kapal-kapal buatannya/ banyak dipesan dari jakarta/ belawan, bali, ambon, termasuk dari aceh// uniknya/ gihwan mengaku dalam usaha kapal/ tidak ada yang namanya pelanggan tetap//
Sync gihwan, jumlah kapal yg sudah ia buat, dan ia tak miliki pelanggan.
Gihwan bersemangat saat diminta menunjukkan tahapan dalam pembuatan kapal// menurutnya/ pembuatan sebuah kapal dimulai dengan membuat rangka atau lunas/ kemudian dilanjutkan dengan membuat gading-gading/ tajuk/ ban atas/ tiang as, tenda atap/ dan finishing//
Natsound gih wan, sambil menunjukkan cara membuat kapal
Untuk membuat kapal ukuran kecil berbobot 50 sampai 60 ton/ jika bahan tersedia, dalam jangka waktu empat atau enam bulan bisa diselesaikan. Satu kapal dikerjakan oleh lima sampai enam pekerja. Sedangkan untuk kapal besar seperti ini (visual kapal besar mek)/ paling cepat selesai dalam satu tahun// banyak hal yang mempengaruhi lama waktu pengerjaan/ diantaranya modal dan pasokan kayu//
Walaupun saat ini sedang menyiapkan empat kapal pesanan pelanggannya, gih wan mengaku hanya mampu menyelesaikan dua pesanan dalam satu tahun. Ini karena kayu dan papan yang ada sekarang ini tak cukup dan masih banyak kurangnya. Kapal berbobot 300 ton ini saja memerlukan bahan baku sedikitnya 90 ton, yang terdiri dari 40 ton kayu meranti dan selebihnya kayu campuran seperti loban, kempas, dan kayu pasa dinggo.

Selain kayu semakin susah didapat/ harga kayu juga tiap tahun semakin naik// kayu meranti yang digunakan untuk dinding dan ban atas/ sekarang harganya mencapai tiga juta lima ratus ribu untuk satu ton-nya// lebih mahal lagi kayu loban yang digunakan untuk tajuk/ yang sekarang harga per ton-nya mencapai empat setengah juta rupiah// yang paling mahal adalah kayu  kempas/ yang biasa dipakai sebagai lunas atau tiang dasar/ yang harganya 15 juta per ton-nya// naik turunnya harga kayu/ menurut gih wan/ juga ditentukan oleh hasil laut// jika hasil laut banyak/ maka permintaan kapal pun akan meningkat// meningkatnya permintaan kapal/ membuat harga kayu semakin mahal//
Tidak seperti dulu/ usaha galangan kapal zaman sekarang tak lagi banyak untung//satu unit kapal biasanya dijual dengan harga rp800 juta hingga rp1 miliar. Kalau yang kecil kisaran 250 juta rupiah untuk bobot 50 sampai 60 ton.  Keuntungan yang didapat, diakui gih wan tak begitu banyak// selain cukup untuk makan/ selebihnya untuk membeli peralatan mesin yang aus dan rusak// namun demikian/ gih wan tak banyak pilihan// walaupun harus banting tulang/ pekerjaan inilah yang ia bisa// apalagi/ banyak pekerja yang harus ia hidupi// para pekerja yang mayoritas dari jawa timur ini/ sebagian sudah bekerja dengan gih wan lebih dari 20 tahun//
Sync gih wan, tentang bertahannya ia kerja kapal ini
Mujinan dan purwanto/ merupakan pekerja yang sudah belasan hingga puluhan tahun kerja di galangan kapal gih wan// kedua pekerja asal jawa timur ini mengaku terus bertahan kerja digalangan kapal gih wan, karena merasa cocok baik dalam hal upah maupun hal lain//
Sync mujinan dan purwanto
Soal besar gaji para pekerja, gih wan membayar sesuai dengan keahlian masing-masing. Ada yang digaji seratus ribu per hari bagi yang mahir bekerja/ ada yang 80 ribu  per hari. Tapi upah tersebut diluar konsumsi makan yang ditanggung pemilik galangan.
Sync gih wan, resepnya membina hubungan dengan pekerja
Walaupun menyadari usaha galangan kapal telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidupnya/ gih wan tak bersikeras untuk mewariskan usaha ini kepada anaknya// usaha galangan kapal menurutnya harus berbekal hobi/ jika tidak hobi/ akan susah untuk dijalani//
Sync gih wan, apakah nerusin usaha untuk anaknya
Beginilah potret kehidupan industri tradisional galangan kapal di bagan siapi-api// ungkapan “hidup segan, mati tak mau”/ agaknya menjadi ungkapan yang pas untuk menggambarkan kondisi usaha ini// keberadaan usaha ini amat tergantung pada hasil kayu alam/ yang sekarang sudah susah didapati/ bahkan mendapat aturan khusus dari pemerintah// padahal/ usaha ini tidak hanya membantu tenaga kerja/ namun juga amat berarti bagi keberlangsungan masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan//
Sync jumadi, ketua kelompok nelayan bagan barat
Ya/ selayaknyalah/ ada perhatian khusus dari pemerintah untuk mendorong dan menyemangati industri tradisional ini untuk terus berkelanjutan// karena sejatinya/ usaha galangan kapal tidak saja membuka kesempatan kerja bagi banyak orang/ namun juga telah menaikkan pamor indonesia di kancah industri perkapalan dunia//
Share:

0 comments: