Thursday, February 4, 2016

“ Malaikat Saja Bertanya ! Nah, Kita ??? “

Apa yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya ?? Yap, manusia diberikan kemampuan akal dan berfikir, yang kemudian menempatkan manusia sebagai makhluk sempurna di muka bumi ini. Tidak ada makluk lain di muka bumi ini sesempurna manusia, kendati robot-robot buatan manusia sekalipun sedang menyaingi kesempurnaan itu.

Namun, tak selamanya kesempurnaan fisik manusia itu menjamin setiap insan mampu melakukan atau memenuhi keinginan apa saja yang ia ingini. Selalu ada saja keterbatasan yang sengaja diberikan Sang Pencipta, agar manusia bisa mendayagunakan akal dan fikirannya untuk menjawab segala keterbatasan itu.

Keterbatasan yang di-skenariokan Tuhan kepada kita, diberikan dalam bentuk yang variatif baik itu keterbatasan dalam bentuk fisik,  maupun non fisik. Keterbatasan fisik, sudah lazim kita ketahui, seperti orang yang menderita cacat fisik. Sedangkan keterbatasan non fisik,dapat diterjemahkan kepada keterbatasan daya upaya, keterbatasan ekonomi, keterbatasan ruang dan waktu, dan banyak lagi. Bertanya, adalah manifestasi manusia dalam menjawab salah satu keterbatasan non fisik tadi. 

Bertanya dan ditanya, mungkin sudah menjadi bagian dari hidup kita. Selalu saja ada pertanyaan yang muncul melingkupi berbagai aktivitas keseharian kita. Termasuk dalam kesendirian kita pun, seperti saat merenung, muncul pertanyaan dalam hati sebagai otokritik dalam diri. Untuk apa aku hidup ? Apa yang bisa kulakukan lagi untuk keluarga, agama, bangsa ini ? Mengapa aku sehina ini ? kapan aku berubah ?

Bahkan, khusus bagi umat muslim, ada serangkaian pertanyaan yang akan dilewati sebelum dan sesudah proses kehidupan di dunia. Apakah kamu siap mengemban amanah sebagai khalifah di muka bumi ? Maa Robbuka (Siapa Tuhanmu) ? Jika mau di-adagiumkan, perumpamaan pentingnya bertanya itu seperti "Malaikat saja bertanya ! Nah, kita ?" 

Sebagai pribadi yang penuh dengan keterbatasan, saya sendiri banyak sekali mengalami proses bertanya dan ditanya, baik person to person, maupun bertanya kepada diri sendiri. Sudah pasti, banyak manfaat yang saya dapatkan dari proses bertanya tersebut, baik sifatnya kondisional maupun yang bermanfaat dalam jangka waktu yang panjang.

Ada satu peristiwa yang terus membenak dalam diri saya, tentang dahsyatnya dampak bertanya. Kala itu, pertengahan 2008, saya berangkat ke kota Medan, Sumatera Utara seorang diri. Misi saya ke kota yang belum pernah saya jejaki itu adalah, menjalankan amanah dari abang saya untuk membeli bibit kelapa sawit di Pusat Pembenihan Kelapa Sawit (PPKS) Medan.

Dengan modal nekat dan motivasi mendapatkan pengalaman, saya menyanggupi amanah tersebut. Tak ada masalah tentang perjalanan saya dari Pekanbaru ke Medan, bahkan sampai di kantor PPKS tersebut. Yang menjadi masalah yaitu ketika bibit sawit sudah terbeli, dan harus dikirim ke provinsi Lampung sore itu juga. Sebagai pendatang baru, terus terang saya tidak tahu bagaimana proses mengirimkan ribuan bibit kelapa sawit itu. Apalagi, saya juga tidak mengenal kota Medan sama sekali, jika harus ke Bandara, bagaimana saya harus kesana dan bagaimana dengan bawaan saya sebanyak itu ??

Tuhan yang tahu akan kesulitan saya, memberikan solusinya melalui salah seorang petugas PPKS disana. Namun, sekali lagi, bantuan petugas tersebut tidak datang dengan sendirinya, melainkan ketika ia saya tanyakan tentang bagaimana dan kemana saya harus berurusan jika harus mengirimkan bibit itu ke Lampung.

Sebuah jawaban sederhana namun bagai angin surga meluncur dari mulut petugas tadi. "Ok, karena saya juga ingin melihat langsung tentang bagaimana proses karantina dan pengiriman bibit sawit melalui kargo, saya temani anda...! "

Akhirnya dengan mobil pribadi beliaulah, saya akhirnya menuju ke balai karantina Pertanian, dan selanjutnya mengurusi  tetek bengek pengiriman bibit itu ke Lampung. Sesampai di tempat tujuan, rahmat Tuhan kembali datang kepada saya. Sesungguhnya, kedatangan kami ke Balai Karantina tadi bertepatan dengan berakhirnya waktu operasional kantor, yakni sekitar jam setengah empat sore. Namun, karena didampingi seorang petugas PPKS yang cukup 'punya nama" di departemen Pertanian, petugas Balai karantina pun akhirnya memproses barang kiriman saya.

Pengalaman tadi, terus terang saya ingat sampai kapanpun juga. Betapa tidak, mengirim ribuan bibit sawit seperti mengirim sebuah email, lempang begitu saja. Pada tulisan ini, izinkan saya kembali mengucapkan ribuan terimakasih kepada petugas PPKS Medan yang saya sendiri sudah lupa namanya. "Semoga Bapak diberi Tuhan kemudahan dalam segala urusan" .

 

Saya juga bersyukur, di zaman serba canggih seperti saat ini, ragam kemudahan semakin banyak diberikan, termasuk dari  salah satu BUMN ternama, Bank Negara Indonesia (BNI) 46. Dengan tagline “Mau Bertanya Nggak Sesat Dijalan”, BNI menggunakan kecanggihan teknologi saat ini dengan memanfaatkan sosial media Twitter untuk mempermudah para nasabahnya yang membutuhkan berbagai informasi lengkap seputar Bank Negara Indonesia (BNI), mulai dari promo yang diadakan oleh BNI hingga informasi produk dan layanan BNI yang bisa dinikmati oleh para nasabah. Dengan adanya hashtag #AskBNI ini, saat ini para nasabah BNI dijamin akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi secepatnya dimanapun berada hanya melalui akun Twitter @BNI46 saja, tanpa perlu melakukan sambungan telepon terlebih dahulu ke Customer Care BNI.

Dengan adanya fitur #AskBNI ini, BNI setidaknya menunjukkan ‘jurus baru’ dalam dunia pelayanan perbankan, khususnya dalam tujuan meningkatkan pelayanannya dengan lebih memberikan kemudahan kepada para nasabah yang ingin mengetahui berbagai informasi dimanapun, kapanpun dan tentang apapun. Selain itu, BNI juga ingin merubah pola pikir penggunanya untuk tidak malu bertanya dan merubahnya menjadi pola pikir “Mau Bertanya Nggak Sesat di Jalan”.

Nah, makhluk halus sekelas Malaikat saja bertanya kepada kita. Bank ternama sekelas BNI46 saja mau memfasilitasi kita untuk bertanya. So, masih juga malu untuk bertanya ??  


Share: