Wednesday, April 27, 2011

Siak, Negeri Sejuta Pesona

Membaca pesona alam riau, separuhnya berarti ikut membaca potensi dan kekayaan hayati yang dimiliki kabupaten siak. Hal ini dirasa tidaklah berlebihan, mengingat siak selain dikenal dengan sejuta hikayat sejarah kesultanannya, juga memiliki sejuta pesona alamnya.

Siapapun tahu dan tak asing lagi dengan sungai siak. Sungai siak sendiri terkenal sebagai sungai terdalam di tanah air, sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi, terutama sebagai sarana transportasi dan perhubungan.

Selain sungai siak, daerah ini juga dialiri sungai sungai lain, yaitu sungai mandau, sungai gasib, sungai apit, sungai tengah, sungai rawa, sungai buantan, sungai limau, dan sungai bayam. Sedangkan danau-danau yang tersebar di daerah ini adalah: danau ketialau, danau air hitam, danau besi, danau tembatu sonsang, danau pulau besar, danau zamrud, danau pulau bawah, danau pulau atas, dan tasik rawa.

Bentangan hijau alam kabupaten siak juga menjadi bagian pesona yang menawan. Di daerah bersejarah ini, terangkum areal hutan lindung yang luas yang mencapai 32 ribu hektare lebih di kawasan taman nasional zamrud dan juga di tahura, minas.

Yang lebih membanggakan lagi tentunya, diwilayah giam siak kecil, terdapat cagar biosfer giam yang merupakan salah satu dari 7 cagar biosfer yang ada di indonesia cagar biosfer merupakan satu-satunya konsep kawasan konservasi dan budidaya lingkungan yang diakui secara internasional. Dengan demikian pengawasan dan pengembangannya menjadi perhatian seluruh dunia atas kawasan tersebut.

Cagar biosfer giam siak kecil-bukit batu menjadi khas karena hutan rawa gambut yang tiada duanya di dunia ini, agak berbeda kekhasannya dengan hutan gambut semenanjung kampar (dengan sedikit rawa). Kekhasan lainnya adalah cagar biosfer giam siak kecil ini diinisiasi oleh pihak swasta yang bekerjasama dengan pemerintah melalui bbksda (balai besar konservasi sumber daya alam).

Berdasarkan penelitian lipi (lembaga ilmu pengetahuan indonesai) di tahun 2007, di kawasan cb-gsk-bb memiliki keanekaragaman hayati sekitar 126 jenis tumbuhan (52 jenis merupakan tumbuhan langka dan dilindungi) yang terdiri dari 67 marga dan 34 suku tumbuhan, yang jumlahnya bertambah jika ditambahkan dengan jenis "semak" dan "terna". Marga pohon yang dominan adalah calophyllum, chamnosperma, dyaera, alstonia, shorea, gonystylus, dan palaquium. Hal yang paling membanggakan dan menarik adalah masih banyaknya jenis pohon ramin (gonystylus bancanus), pohon gaharu (aquilaria beccariana), pohon meranti bunga (shorea teysmanniana), dan pohon punak (tetramerista glabra). Semua jenis pohon tersebut merupakan indikator bagi hutan rawa yang masih baik.

Berada di sekitar kawasan giam siak kecil, mata dan telinga kita terasa dimanjakan dengan gerak burung elang, dan nyanyian aneka jenis burung yang bertengger diujung-ujung ranting pohon di tepi sungai. Kera ekor panjang pun seakan tak mau ketinggalan. Mereka melompat-lompat seolah menyatakan selamat datang.

Dari hasil pendataan, di kawasan ini setidaknya dihuni sekitar 150 jenis burung, 10 jenis mamalia termasuk yang dilindungi, gajah sumatera dan harimau sumatra, 8 jenis reptil, dan sejumlah satwa lain yang belum teridentifikasi. Salah satu jenis reptil adalah buaya sumpit sebagai reptil yang biasa disebut senyulong, kerap dijumpai oleh masyarakat setempat. Jenis satwa terbang yang kadang-kadang nampak adalah burung julang jambul hitam.

Penetapan giam siak kecil sebagai cagar biosfer oleh unesco bukan merupakan akhir dari perjuangan membentuk dan melestarikan lingkungan hidup, tetapi merupakan awal bagi kelanjutan perjuangan-perjuangan berikutnya, terutama untuk daerah riau yang mana mengalami penyusutan terhadap kawasan hutan rawa gambut.

Saat ini, hanya ada 14 areal di riau yang menjadi kawasan konservasi yang dikelola bksda. Luas total sekitar 457 ribu hektare. Jumlah yang tidak seberapa bila dibandingkan dengan luas daratan riau yang mencapai 8,6 juta hektare dan dibandingkan dengan porsi areal pemukiman, pertanian, hti, dan terakhir yang sedang trend perkebunan sawit yang jumlahnya mencapati 1,7 juta hektar. Walaupun kawasan konservasi yang menjadi benteng terakhir dan penyangga kehidupan itu jumlahnya sedikit/ namun kerap juga diganggu.

Menyelamatkan yang tersisa, itulah yang harus dilakukan para pihak jika tidak ingin lebih banyak taburan bencana yang menimpa bumi riau. Namun kita tentu tidak bisa lagi banyak berharap dengan program sekadar mengkonservasi. Melainkan, sudah saatnya kita bahu membahu menyelamatkan dan mengelolah kawasan yang tersisa itu seoptimal mungkin.
Share: