Monday, April 7, 2008

"Musim KB"




Entah mengapa, jelang-jelang musim Pemilihan Kepala Daerah, musim ber-KB pun tiba. Bukan oleh masyarakat, tapi oleh kandidat yang bakal maju pada pemilihan. Loh, apa hubungannya yah? Mungkin saja, si calon ber-KB agar saat pemilihan nanti ia tidak kerepotan mengurusi urusan sang istri yang melahirkan. Mungkin bisa juga, karena dengan ber-KB, sang kandidat akan merasa aman jika nanti setelah terpilih, kekayaannya tak terlalu banyak keluar untuk biaya anak banyak.

Tapi, tunggu dulu! Yang saya maksudkan disini bukan KB Keluarga Berencana, melainkan istilah Kontak Batin. Ya! Kontak batin antara sang kandidat dengan masyarakat pemilih.Menjelang pemilihan, dapat dipastikan 'kontak batin' antara calon pemimpin dengan masyarakat yang akan dipimpinnya terbilang tinggi. Buktinya, aksi 'turun gunung' sebagai wujud KB pun mendadak ramai dilakukan sang kandidat.

Biasanya, yang paling sering ber-KB adalah calon incumbent. Karena, dengan memanfaatkan posisinya, ia bisa memasang berbagai 'kontrasepsi KB' yang bersifat semu disetiap lawatannya. Makanya tak heran, disetiap Tour nya ke daerah-daerah, selalu judulnya "Tujuan ini", "dalam rangka itu" "kunjungan kerja ini dan itu". Padahal, ada tujuan politis didalamnya. Apalagi kalau bukan bersosialisasi dan mencari simpati masyarakat.


Untunglah, pemerintah cepat menanggapi ini. Untuk mengurangi pemakaian "azas manfaat" oleh sang calon yang sedang menjabat, Selasa (1/4) pemerintah akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undangan (RUU) revisi terbatas Undang-Undang (UU) Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Revisi terbatas ini didalamnya mewajibkan kepala daerah atau wakil kepala daerah yang ingin kembali mencalonkan diri (incumbent), mengundurkan diri dari jabatannya setelah dirinya mendaftar dan dinyatakan secara sah sebagai calon oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).

Lain lagi dengan Walikota Pekanbaru Herman Abdullah. Disaat sebagian warga Pekanbaru berdesak-desakan di tenda-tenda pengungsian korban banjir, ia malah berada di Jakarta selama lebih kurang dua minggu, mengikuti pendidikan Lemhanas di hotel mewah. Benarkah ia tidak merasakan kontak batin akan penderitaan yang sedang dirasakan masyarakatnya? Ah, tidak mungkin! Pasti ia merasakannya. Namun, patut dipertanyakan, kenapa baru setelah dua minggu warganya kesulitan menghadapi banjir, baru ia kembali ke Pekanbaru?
Share:

0 comments: